Ahsani Taqwim, Manusia Sebagai Sebaik-baiknya Ciptaan Allah

Sucikan Diri, Jemput Ampunan Illahi
April 5, 2022
Berbuat Baik Menjadikan Pikiran Kita Tenang
April 7, 2022

(Foto: Michael Burrows @pexels.com)

LENTERA RAMADAN #5 oleh Syafridawati, S.Ag. (Tim Kaur Kehidupan Islami SD Mugres)

***

Manusia diciptakan  Allah Swt. lengkap dengan segala kelebihan yang dimiliki. Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk lainnya karena dilengkapi dengan kelebihan fisik, akal, dan nafsu.

Akan tetapi, sejak lahir dalam setiap jiwa manusia menyimpan dua kecenderungan, yaitu kecenderungan fujur (kefasikan) dan kecenderungan takwa (kebaikan).

Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Asy-Syams ayat 8-9.  

فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.

Ada kecenderungan bermaksiat dan segala yang tidak baik yang tidak diridai Allah Swt. Ada juga kecenderungan untuk takwa, beramal salih, dan segala yang baik yang diridai Allah Swt.

Beruntunglah mereka yang berhasil mengembangkan kecenderungan takwa seraya menekan kecenderungan fujurnya. Sebaliknya, merugilah orang-orang yang lebih mengutamakan kecenderungan bermaksiat dan segala yang tidak baik yang tidak diridai Allah.

Nah, ketika manusia tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga yang berkembang kecenderungan fujurnya, maka dapat dipastikan, manusia yang akan dicanangkan sebagai ahsani taqwim akan turun derajatnya serendah-rendahnya.

Seperti yang disebutkan dalam Q.S. At-Tiin ayat 4-5.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”

Asfala saafiliin artinya yang paling rendah, kalau manusia tidak bisa menguasai hawa nafsunya.

Sedangkan, di dalam Q.S. Al-A’raf ayat 179

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Allah menyatakan mereka tidak ubahnya seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang ternak.

Nah, di dalam setahun ada penyucian dalam satu bulan, yaitu bulan Ramadan. Diharapkan kita punya bekal untuk hidup sebagai manusia beriman, seperti yang dijelaskan Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Sehingga pada sebelas bulannya bisa sebagai ahsani taqwim. Sudahkah kita berhasil memanusiakan kita sebagai manusia, bahkan manusia yang mempunyai predikat ‘takwa.                   

Lalu apa ukuran manusia sempurna menurut pandangan Allah?

Di dalam Q.S. Ibrahim ayat 24-25 dijelaskan:

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ تُؤْتِيْٓ اُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ ۢبِاِذْنِ رَبِّهَاۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Manusia ditamsilkan ‘kasyajarotin thoyyiah’, dia seumpama pohon yang baik akarnya kuat, dahan dan rantingnya menjulang kelangit. Pohon itu tumbuh dengan subur lalu berbuah. Buahnya dapat dinikmati oleh semua masyarakat sekitar setiap saat dengan izin Allah. Yang dimaksud dengan akar pohon adalah kalimat thayyibah yaitu kalimat laailaha illaallah sebagai akarnya.

Kalau pohon sudah rusak akarnya, tamatlah riwayatnya. Kita tidak usah bicara lagi tentang dahan dan rantingnya apalagi buahnya. Bisa dipastikan pohon itu tidak bisa bertahan hidup.

Manusia paripurna menurut Q.S. Ibrahim ayat 24-25 seperti itulah manusia yang dikehendaki Allah. Ia harus memiliki akidah yang kuat. Maka, sia-sialah manusia kalau akar akidahnya sudah rusak. Manusia itu akan sia-sia di hadapan Allah. Telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 104.

اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”

Dahan dan ranting pohon diibaratkan ibadah kepada Allah (hablun-minaallah). Tidak cukup itu saja, apa gunanya pohon kalau tidak berbuah. Maka, tidak cukup hubungan baik dengan Allah saja. Harus baik pula dengan sesama manusia.

Lebih khusus lagi hubungan sesama mukmin yang digambarkan dengan pohon yang terus-menerus berbuah yang bisa dinikmati oleh semua orang. Sehingga, apabila pohon itu mati, banyak orang yang merasa kehilangan.

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *