Wahai, Sang Pemimpin, Warisan Apa yang Kau Tinggalkan untuk Kami, Anak-Cucumu?

Guru dan Karyawan SD Mugres Biasakan Baca Al-Qur’an Tiap Hari
April 8, 2022
Puasa: Selayang Pandang
April 10, 2022

(Foto: rawpixel.com)

LENTERA RAMADAN #8 oleh Drs. Muji Sucipto (Guru Ismuba SD Mugres)

***

Saat menjelang ajalnya, khalifah masyhur kaum muslimin Umar bin Abdul Aziz memanggil sebelas orang anaknya. Saat itu, ikut menunggu seorang kaya raya Maslamah bin Abdul Malik.

Beberapa saat kemudian tampak sang khalifah mengeluarkan uang sejumlah sebelas setengah dinar. Ia berpesan, agar sejumlah lima dinar dari uang itu digunakan untuk membeli kain kafan dan tanah untuk penguburan jenazahnya, bila kelak ia mati. Sisanya agar dibagikan untuk sebelas anaknya.

Kemudian Umar bin Abdul Aziz berwasiat, ”Anak-anakku, aku tidak memiliki harta yang bisa aku wariskan untuk kalian. Tetapi aku tidak meninggalkan satu musuh pun yang membayangi kalian. Tidak pula meninggalkan dendam orang lain atas kalian. Juga aib yang mencoreng kehormatan kalian. Dan kepada Allah aku titipkan kalian.”

Melihat kejadian tersebut, Maslamah bin Abdul Malik setengah memberikan saran, “Tuan bisa mengambil uangku sebanyak tiga ratus ribu dirham. Lalu, Anda bagikan untuk anak-anak Tuan!”

Sang khalifah menjawab, “Kembalikan uang itu  kepada para pemiliknya, karena uang itu bukan milikmu.” Maslamah terdiam dan terdengar isak tangisnya mendengar jawaban sang khalifah.

Kita tahu Khalifah Umar bin Abdul Aziz banyak mewariskan kepada kita nilai-nilai moralitas-keagamaan yang menginspirasi kita untuk tetap istikamah berada di atas keluhuran akhlak dan budi-pekerti. Serta, tidak berpaling kepada godaan-godaan kehidupan dunia yang lebih mengedepankan ‘keuntungan’ pragmatis-materialistis.

Kisah Umar bin Abdul Aziz ini mari kita perbandingkan dengan kisah-kisah dari pemimpin-pemimpin berikut:

Pertama, Kaisar Romawi kesembilan, yaitu Titus Flavius Vespasianus. Yang menerima warisan dari leluhurnya Vespasian berupa bangunan Colosseum yang belum selesai. Bangunan amphiteater (arena pertarungan) yang mampu menampung 50 ribu penonton, yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan rakyat Roma akan hiburan unik yang berlumuran darah ‘pertarungan para gladiator’. Bangunan Colosseum mampu  diselesaikan dan diresmikan oleh Kaisar Titus pada tahun 80 M.

Kedua, Fir’aun dengan warisan Piramida dan Sphinxnya. Fir’aun adalah raja Mesir yang sangat kejam kepada rakyatnya dan kekejamannya diabadikan dalam Al-Qur’an.  

I’tibar yang bisa kita ambil dari memperbandingkan kisah-kisah tersebut adalah ada penguasa yang menghabiskan segenap energi kepemimpinannya hanya berorientasi pada kemegahan pembangunan fisik (infrastruktur) dan keharuman nama, serta prestasi pribadinya.

Sang pemimpin sekaligus penguasa sangat disibukkan dengan upaya glorifikasi membangun kebesaran namanya. Serta, tak akan peduli ‘apakah langkah perubahan yang dilakukannya akan benar-benar membawa kemaslahatan bagi banyak orang’. Atau, justru menjadi beban berat yang harus dipikul oleh orang banyak di bawah kepemimpinannya.

Di sisi lain, ada pemimpin sejati yang sangat menjauhkan dirinya dari segala hal yang beraroma pencitraan, ambisi pribadi, dan nama besar. Segenap energi kepemimpinannya difokuskan untuk memberikan kemaslahatan orang banyak, terutama mereka yang berada di bawah tanggung jawab kepemimpinannya.

Langkah-langkah perubahan yang diambil benar-benar memperhitungkan kemaslahatan ‘mereka yang terkena dampak kebijakannya’, serta didasarkan pada kebutuhan orang banyak serta lingkungan. Bukan didasarkan pada kepentingan diri sang pemimpin. Dia, sang pemimpin sejati, tak pernah tergiur oleh puja-puji publisitas keharuman keberhasilannya.

Semestinya dari kisah-kisah sejarah penguasa dan pemimpin terdahulu kita bisa belajar untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Satu hal yang wajib dijaga keberadaannya oleh mereka yang berkuasa, agar tidak terjerumus dalam kesalahan-kesalahan pemimpin terdahulu adalah ‘peliharalah musyawarah dan orang banyak, jangan dibuat takut bersuara’.

Khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, saat menunjuk Malik bin Al Harits Al Asytar sebagai Gubernur Mesir, menyampaikan beberapa pesan.

Salah satu pesan beliau adalah “ … Bersabarlah dalam mengurus mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Tetapkanlah waktu untuk menerima pengaduan mereka. Berikan mereka kebebasan untuk menyampaikan keluhan mereka. Duduklah bersama mereka dan bersikaplah rendah hati. Pada saat seperti itu, jauhkanlah para pengawalmu yang membuat orang takut untuk berbicara kepadamu. Karena aku mendengar Rasulullah berkata beberapa kali: ‘Orang-orang yang tidak dapat menjaga hak orang lemah dalam menghadapi orang-orang kuat tanpa rasa takut, maka tidak akan pernah mencapai kesucian.” Wallahu’alam bishshawab.

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *