-Cerpen karya Musthofainal Akhyar-
Gawat! Rumahku kebanjiran!!
“Bagaimana ini, Bu? Airnya sudah mulai masuk rumah. Haduuh, kalo banjirnya semakin tinggi bagaimana?” ucap Udin kepada ibunya.
”Hush! Jangan bicara seperti itu, Din! Kita berdoa saja agar hujannya cepat berhenti dan banjirnya segera surut,” jawab ibu dengan wajah cemas.
Obrolan Udin dan ibunya itu terjadi di atas meja kayu. Ya, mereka berdua naik di atas meja. Lha wong banjir sudah masuk rumah. Airnya sudah sampai setinggi betis.
Suara hujan yang awalnya hanya rintik-rintik kian meriah dan deras sejak pukul 4 pagi. Sekarang sudah hampir pukul 8. Jadi sudah empat jam hujan deras.
Warga yang awalnya tidak terlalu peduli, kini jadi cemas. Hampir semua rumah di Kampung Durian Runtuh, tempat Udin tinggal, kemasukan air banjir. Sebelum hari itu, jarang sekali banjir. Paling-paling hanya di jalan depan rumah, tidak sampai masuk rumah.
Ya, hujan terus-menerus jatuh dan tak kunjung berhenti entah sampai kapan. Tak ada tanda-tanda akan mereda. Kampung Durian Runtuh yang awalnya bersih dan luas akhir-akhir ini penuh sampah.
”Lihat ini, Bu! Iih, airnya kotor sekali. Pasti banyak kumannya nih,” ucap Udin.
”Iya, Din. Ibu juga ngeri lihat air sekotor ini. Kuman dan bakteri di mana-mana,” kata ibu Udin sambil tertegun melihat sekeliling rumah.
Azan Zuhur berkumandang. Syukurlah, hujan mulai reda. Namun, masih ada masalah. Banjir belum sepenuhnya surut. Air kotor yang bercampur sampah masih menutupi jalan kampung.
Udin yang dari awal sudah merasa ada yang tidak beres dengan kampungnya memutuskan untuk keliling bersama teman-temannya mencari penyebabnya. Mereka menyusuri saluran air Kampung Durian Runtuh.
Sampai akhirnya, ”Teman-teman, lihat! Kenapa tumpukan sampah sebanyak ini memenuhi sungai? Sudah pasti ini penyebabnya!” teriak Udin dengan nada kesal.
“Ini dia biang keroknya,” kata temannya.
“Bukan sampah yang jadi biang keroknya, tapi ya kita-kita ini yang suka buang sampah sembarangan,” kata Udin.
Tak banyak basa-basi, Udin dan teman-teman segera berlari untuk memberi tahu para warga. Warga pun mengadakan kerja bakti membersihkan tumpukan sampah di sungai siang itu juga.
Tak butuh waktu lama, dengan penuh semangat gotong-royong, tumpukan sampah di sungai pun hilang. Air yang awalnya hanya diam kini sudah mengalir seperti sediakala.
Yaps! Air banjir yang kotor itu juga mengalir ke sungai yang menyebabkan banjir surut dalam sehari. Hebat kan? Begitulah pentingnya sungai bagi Kampung Durian Runtuh.
Sore hari Kampung Durian Runtuh sudah bersih dari genangan air coklat. Hanya tersisa sampah-sampah di pinggir jalan. Sekarang tugas warga ialah membersihkan rumah mereka dari sampah dan sisa air. Tak terkecuali Udin dan ibunya.
“Nah, begini kan enak. Kampung sudah tidak banjir lagi. Ya kan, Bu?” kata Udin dengan senyum lebar di bibirnya.
”Alhamdulillah ya, Din. Semoga tidak ada lagi banjir di kampung kita,” jawab ibu.
“Yang penting mulai sekarang warga sadar tidak lagi membuang sampah di sembarangan, apalagi membuangnya di sungai,” tambah ibu.
“Benul, eh salah, betul!” jawab Udin gembira.***