Prasekolah di SD Mugres Bikin Siswa TK B Semangat Belajar
March 9, 2022
Ungguli Kakak Kelasnya, Siswa Kelas 1 Ini Raih Predikat Teladan
March 10, 2022

Gambar: freepik.com

-Cerpen karya Tsabita Maylaffayza Daimah-

Pada suatu hari di kota Fantasi, hiduplah seorang anak yang bernama Raka. Hobinya menggambar. Ia mempunyai bakat menggambar dan mewarnai sejak kecil. Ia suka corat-coret tembok.

Selain menggambar, sekarang ia sangat suka menulis cerpen. Ke mana-mana Raka selalu membawa buku. Tak lupa seperangkat alat tulis dan pensil warna.

Karena sangat senangnya menulis dan menggambar, apa saja yang dia lihat dan alami sehari-hari, langsung ditulis dalam bukunya. Setiap tulisan selalu disertai gambar. Oleh karena itu, buku dan seperangkat alat tulis dan pensil warna merupakan barang yang wajib dibawa.

Sayangnya, beberapa hari ini Raka tak kunjung menghasilkan satu tulisan pun. Hasil gambarnya juga sangat mengecewakannya. Ia bingung harus menulis apa. Pikirannya macet. Setiap kali menulis selalu saja ada pikiran bahwa tulisannya jelek. Gambarnya pun terlihat berantakan. Ia takut diejek teman-temannya yang membaca hasil karyanya. Raka merasa gagal.

Raka sadar. Ia harus menyegarkan pikirannya. Agar tidak buntu. Kebetulan, terdengar kabar ada Festival Boneka di dekat rumahnya. Tanpa pikir panjang, ia putuskan menyegarkan pikirannya dengan jalan-jalan ke festival itu.

Hari itu hari libur. Raka berjalan-jalan ke Festival Boneka. Letaknya tidak jauh dari rumahnya. Banyak sekali stan yang memamerkan dan menjual aneka boneka. Unik dan menarik. Mulai boneka yang sebesar kuku hingga yang besarnya melebihi orang dewasa. Mulai yang murah hingga yang mahal. Aneka boneka ada di festival ini.

Mengamati banyaknya boneka, Raka mencari tempat duduk. Ia kepikiran sesuatu. Salah satu bangku yang disediakan ia tempati. Mulailah mencorat-coret halaman-halamannya. Namun, Raka kecewa dengan hasilnya. Setiap kali menulis atau menggambar, hasilnya berantakan. Ia kesal. Kertas halaman bukunya disobeknya, lalu dibuang ke tempat sampah.

Raka kebingungan. Ia semakin panik ketika pensilnya mulai memendek, habis.

“Aduh! Pensilku kok cepat sekali habisnya. Perasaan tadi aku pakai masih panjang,” Raka sambil kebingungan.

“Gawat nih. Nanti aku tidak bisa melanjutkan tulisanku. Belum ada gambarnya pula,” ujarnya dalam hati.

Raka semakin panik ketika tahu di dalam kotak pensilnya tidak ada pensil lainnya.

“Bagaimana bisa pensilku lenyap semua?”

Raka memutuskan untuk segera membeli pensil baru. Mulailah ia berjalan mencari stan yang menjual pensil. Usai berjalan agak jauh, akhirnya ia menemukan stan yang menjual pensil.

“Ah, syukurlah.” hati Raka gembira.

Segera ia masuk ke stan tersebut. Wah, gawat. Ternyata Raka kurang beruntung. Pensil di stan itu sudah terjual habis. Tidak ada sisa satu pun.

Raka kembali sedih dan galau. Berupaya mencari tempat lain yang menyediakan pensil.

Tak jauh dari stan yang tadi, Raka menemukan sebuah stan perlengkapan alat tulis. Kali ini Raka tidak keburu bahagia. Ia tidak ingin kecewa lagi.

Raka segera masuk ke stan itu, “Bismillah, semoga kali ini masih ada pensil untukku.”

Begitu senangnya Raka ketika masuk ke stan tersebut. Beraneka alat tulis bagus dan lucu-lucu tersedia di situ. Tanpa pikir panjang, Raka langsung memilih dan mengambil salah satu pensil dan langsung dibawa ke kasir. Pensil terlucu menurutnya.

Begitu terkejutnya Raka ketika penjaga kasir menyebutkan harganya Segera ia membuka dompet.

“Waduh, mahal sekali, uangku tidak cukup,” kata Raka dalam hati.

“Maaf, saya tidak jadi membeli pensil ini, uang saya tidak cukup,” ucap Raka lirih kepada penjaga kasir.

“Ya, tidak apa-apa, Dik. Lain kali lihat dulu ya bawa uang berapa,” kata penjaga kasir setengah terkikih.

“Terima kasih,” balas Raka malu. Ia kembalikan pensil tadi ke tempat semula.

Raka keluar stan dengan lemas. Namun, ia tidak putus asa, tetap mencari penjual pensil yang sesuai dengan uangnya.

Kembali ia berjalan. Kali ini agak jauh. Hampir berada di ujung area Festival Boneka. Di tengah-tengah ia berjalan, bertemulah dengan seorang anak kecil. Anak itu menjajakan boneka jari yang lucu. Yang lebih melegakan, Raka melihat dagangan si anak juga tersedia pensil

Dengan penuh harap, hati Raka berucap, “Ya Allah, semoga anak ini menjual pensil yang cocok dengan uangku.”

“Hai, teman. Bolehkah aku melihat apa saja yang kau jual?” cegah Raka, membuat si anak penjual itu berhenti.

“Tentu saja, Kak. Silakan!” jawab si anak.

Karena tidak mau mengulang kesalahan sebelumnya, kali ini Raka menanyakan harganya terlebih dulu.

“Sepuluh ribu, Kak,” jawab anak itu.

Raka lega. Harga sepuluh ribu pas dengan jumlah uangnya. Kini Raka telah menemukan pensil yang diinginkannya.

“Alhamdulillah, akhirnya aku sudah punya pensil lagi.”

Karena takut lupa, dengan segera Raka melanjutkan tulisannya yang sempat tertunda tadi. Namun, tetap saja pikirannya macet. Tulisannya tak kunjung bertambah. Hasil gambarnya juga berantakan. Ide tak kunjung keluar.

Malam semakin larut. Raka sadar. Ia harus bergegas pulang. Untuk sementara, tarian pensilnya di atas lembar-lembar buku terpaksa ia hentikan sejenak. Nanti saat sampai rumah bisa dilanjutkan. Itu pun kalau tidak memgantuk.

Begitu tiba di rumah, ia langsung menuju kamarnya. Meletakkan tas yang berisi buku dan peralatan tulis di meja. Termasuk pensil yang baru ia beli. Raka merebahkan badannya di atas kasur. Melepaskan semua lelah yang telah ia rasakan hari ini. Karena sangat lelah, ia tertidur pulas.

Tiba-tiba kotak pensil tempat Raka menyimpan pensil barunya bergetar-getar. Seperti ada sesuatu yang menggerakkannya dari dalam.

Beberapa jam kemudian, Raka terbangun dari tidur pulasnya. Ia berniat hendak melanjutkan tulisannya. Raka mengambil pensil barunya tadi. Dengan asyik, ia tuliskan cerita hari ini. Ia berkhayal.

“Hmmm…seandainya aku punya pensil yang bisa berubah jadi pensil warna, asyik nih. Agar kalau aku lagi jalan-jalan tidak terlalu banyak bawa pensil.”

Ketika Raka ingin mengambil pensil warna untuk mewarnai gambarnya, ia terkejut, pensilnya tadi berubah menjadi pensil warna dengan sendirinya. Setiap kali dalam pikiran membutuhkan sebuah warna, pensil itu berubah warna pula. Sesuai dengan yang ada dalam pikiran Raka.

“Aneh? Kok bisa begini?” tanya Raka penuh keheranan.

“Awalnya tadi pensil biasa. Ketika akan kugunakan untuk menggambar, kok mendadak menjadi pensil warna? Mau gambar matahari, tiba-tiba jadi warna kuning. Hendak gambar awan, berubah lagi menjadi warna biru.”

Dengan rasa penasaran, ia melanjutkan mewarnai gambarnya dan menyelesaikan tulisannya. Raka senang tulisan dan gambarnya sudah selesai, tapi masih ada rasa yang mengganjal pikirannya.

“Bagaimana bisa ya pensilku tadi bisa berubah menjadi pensil warna sesuai keinginanku? Apa pensil ini ajaib? Atau memang pensil ini bisa seperti ini?” ujar Raka semakin keheranan.

Sejak itu, Raka semakin giat dan bersemangat menulis serta menggambar. Dalam sehari bisa sampai dua-tiga judul cerita. Karyanya semakin banyak.

Berhari-hari kemudian, hasil karya tulisan Raka semakin menggunung. Tanpa terasa, pensil itu sudah hampir habis. Agar tidak sampai kehabisan pensil lagi, ia berniat membeli pensil yang sama seperti pensil ajaib kesayangannya.

Raka menuju ke Festival Boneka. Untungnya festival ini masih digelar. Mulailah pencarian anak kecil penjual pensil yang pernah ia temui.

Raka sudah menyiapkan uang untuk langsung membeli empat buah pensil. Ia membayangkan, dengan satu pensil saja ia semakin semangat menulis, apalagi empat pensil

Namun, sayang sekali. Anak kecil penjual pensil tidak dapat ia temukan. Raka pulang dengan kecewa.

Sesampai di rumah, Raka mengambil pensil ajaibnya dari kotak. Diletakkanya pensil itu di meja. Sambil duduk, Raka memandanginya. Rasa heran terhadap pensil itu belum terjawab.

Mendadak, muncul sepasang bola mata di ujung atas pensilnya. Raka kaget. Ia beranjak berdiri dari kursi. Agak ketakutan. Bola mata itu berkedip-kedip. Seperti mata orang yang baru bangun dari tidur.

“Hantu! Hantu!” sontak Raka setengah berteriak.

Usai muncul bola mata, kini muncul bibir. Raka semakin kaget. Ia agak mundur menjauh.

“Hai, Raka.” Kata-kata itu keluar dari bibir si pensil.

“Hah! Siapa kamu? Kamu kan pensil? Benda mati? Kenapa bisa bicara?” ujar Raka semakin takut.

“Raka, aku ini pensil ajaib. Selama ini aku membantumu menulis cerita. Aku juga bisa berubah menjadi pensil warna. Warnaku juga bisa berubah sesuai keinginanmu.”

“Apa? Jadi selama ini kamu penyebabnya?”

“Aku hanya membantumu menulis. Ide cerita dan gambar yang kamu hasilkan aku tak ikut-ikut. Itu murni karyamu.”

“Bagaimana bisa?”

“Tidak usah heran, Raka. Sayangnya, aku harus minta maaf kepadamu.”

“Minta maaf? Kenapa?”

“Tugasku sudah selesai. Kini karyamu semakin banyak. Kamu selalu punya ide membuat cerita. Hasil gambarmu juga semakin bagus.”

“Lho?”

Si Pensil tertawa, “Aku hanya membantumu agar lebih percaya diri. Kamu punya bakat menulis dan menggambar. Hanya tinggal rasa percaya diri yang harus kamu miliki.”

“Sekarang kamu semakin percaya diri. Dengan begitu, karya cerita dan gambarmu semakin bagus.”

“Aku masih tidak paham.”

Si Pensil tersenyum, “Tidak usah bingung. Asalkan kamu terus menulis dan menggambar, kamu tidak akan kesulitan lagi menemukan ide. Ide bisa datang dari mana saja.”

“Kalau kamu sudah meninggalkanku, apa aku masih bisa menulis dan menggambar lagi?”

“Tentu saja. Karena yang paling penting kamu merasa yakin bahwa kamu bisa melakukannya. Apapun pensilnya asalkan kamu yakin, pasti akan banyak tulisan yang dapat kamu hasilkan.”

Raka terdiam. Dalam hatinya ia menyadari. Selama ini selalu muncul rasa ragu-ragu. Takut karyanya jelek. Khawatir mendapat ejekan dari siapapun yang membaca karyanya.

Baru saja tersadar dari lamunannya itu, Si Pensil kembali ke wujud aslinya. Bola mata dan bibirnya lenyap. Si Pensil tergeletak begitu saja di meja.

Sejak saat itu, Raka meyakinkan dirinya sendiri. Si Pensil benar, ia harus menghilangkan rasa takut dan khawatir itu. Raka harus percaya diri bahwa ia bisa.. Kalau percaya diri, ide untuk menulis dan menggambar akan datang dengan sendirinya.

“Terima kasih, Pensil ajaib. Terima kasih.” ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *