Lentera Ramadan #4 – Tahun 1444 H oleh Ahmad Muchlas Saidi, S.Pd.
***
LENTERA – Kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Kita sebagai hamba-Nya tidak luput dari kesalahan. Manusia adalah tempat segala khilaf, termasuk pada diri kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa memperbaiki diri atas segala kesalahan yang telah kita perbuat, disengaja maupun tidak disengaja.
Bagaimana cara kita memperbaiki diri? Cara kita untuk memperbaiki diri, yaitu dengan muhasabah diri.
Apa itu muhasabah diri? Muhasabah diri dapat juga disebut intropeksi diri. Yaitu meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia merupakan perbuatan yang baik atau buruk.
Dengan muhasabah diri, perbuatan baik pada masa lalu dapat kita tingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Sedangkan, perbuatan buruk pada masa lalu dapat kita perbaiki dengan cara bertobat dengan sungguh-sungguh.
Bagaimana cara kita malakukan muhasabah diri? Cara yang dapat kita lakukan muhasabah diri menurut Islam, yaitu menyendiri untuk bermuhasabah saat di akhir (menjelang tidur) dengan mengingat apa yang telah kita lakukan mulai dari bangun hingga menjelang tidur.
Dengan cara ini, perbuatan baik dapat kita tingkatkan dan yang buruk dapat kita hindari atau tinggalkan di hari ke depan. Selain itu, kita dapat bermuhasabah diri dengan cara bersahabat dengan orang-orang saleh dan tidak menutup diri dari masukan atau kritikan orang lain.
Seberapa pentingkah kita melakukan muhasabah diri? Ingatkah kita dengan firman Allah Swt. pada Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Bila kita cermati potongan surah di atas ada tiga makna penting yang terkandung dalam proses muhasabah diri yaitu, pertama, muhasabah diri menjadikan kita sosok pembelajar. Sosok pembelajar sejati adalah sosok yang selalu berpikir dan berpikir, sehingga mampu mengakumulasi ilmunya untuk diamalkan.
Kedua, muhasabah diri merupakan ikhtiar lebih baik di masa depan. Muhasabah diri juga mengandung makna perlunya orientasi pada masa depan. Tujuan evaluasi atau introspeksi diri adalah untuk menigkatkan kebaikan di masa depan, baik di dunia maupun di akhirat.
Ketiga, muhasabah diri mendorong jiwa berprestasi. Dengan muhasabah diri, seseorang akan terdorong untuk menghasilkan kebaikan, kemanfaatan, dan termotivasi untuk terus berprestasi.
Hal demikian karena ia terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kebaikan di masa depan. Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu dan terus bergerak ke depan dalam orientasi kemajuan.
Dalam Ihya ‘Ulumuddin oleh Al Ghazali, Abdul Aziz bin Rawwad bermimpi, “Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih buruk daripada hari kemarin, maka dia adalah orang yang celaka.” □
Penulis