LENTERA RAMADAN #4 oleh Maulidatus Tsalitsah, S.Pd. (Tim Kaur Kehidupan Islami SD Mugres)
***
Bulan suci Ramadan telah hadir. Kedatangannya sangat dirindukan setiap muslim di penjuru dunia. Bulan yang penuh dengan kemuliaan, juga bulan taubat dan ampunan. Satu bulan penuh Ramadan adalah rentang waktu yang lebih mahal dari apapun yang mahal. Lebih berharga dari apapun yang berharga.
Begitu banyak keberkahan pada bulan yang mulia ini. Salah satunya ialah taubatnya seorang hamba kepada Allah Swt. Muhasabah demi pencapaian titik level mahabbah-Allah menjadi tolok ukur introspeksi diri. Mengkaji ulang sejarah hidupnya. Allah Swt. berfirman,
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampai batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Az-Zumar: 53)
Setiap manusia pasti memiliki dosa, baik yang sengaja kita perbuat atau tanpa sadar kita lakukan. Namun, ada kiranya kita patut memperbaikinya dengan amalan dan menghapusnya dengan taubat kepada Allah Swt..
Rasulullah saw. juga bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk mengampuni hamba-Nya yang berdosa di waktu siang, dan Dia membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk mengampuni hamba- Nya yang berdosa di waktu malam, sampai matahari terbit dari barat.” (H.R. Muslim)
Kendati seorang hamba-Nya berbuat salah, Allah Swt. akan tetap memaafkan hingga memberi ampunan kepada orang yang berbuat salah. Mahasuci Allah, Rabb yang Maha Pengasih yang tak pernah pilih kasih, juga Maha Penyayang yang sayang-Nya tak terbilang. Allah Swt. berfirman,
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali Imran: 135).
Puasa merupakan sarana yang telah disediakan Allah untuk mempercepat proses penyucian diri dari sekumpulan dosa yang telah kita kumpulkan. Penyucian luar-dalam nilai-nilai kemanusian kita selaras dengan menyeimbangkan kembali fungsi jasmani dan rohani.
Puasa merupakan ibadah dengan kunci pendekatan diri kepada Allah yang paling utama. Berpuasa diharapkan mampu mengobati penyakit-penyakit yang menjangkiti kita. Selain itu, puasa diharapkan juga membasmi bersih dosa yang menimbulkan penyakit-penyakit itu tumbuh sebagai akibat dari rohani yang sakit dan kotor.
Seperti yang kita ketahui, tujuan utama disyariatkannya puasa adalah untuk memecah gumpalan hawa nafsu pada diri setiap hamba dan melipatgandakan kadar iman menjadi bentuk ketakwaan seorang hamba.
Oleh karena itu, arti puasa yang sesungguhnya akan didapatkan hanya dengan menyerahkan secara utuh anggota tubuh untuk semua yang disukai Allah dan mengendalikannya secara menyeluruh dari segala sesuatu yang dibenci-Nya.
Ibadah puasa memiliki hikmah yang dapat dipetik. Bahwa untuk menuju kemenangan atas diri dan kemanusiaan kita, dimulai dengan mengendalikan diri. Namun, dalam penyucian diri tak akan berhasil dengan sempurna tanpa ada proses pengendalian diri dari nafsu berbuat dosa.
Pengendalian diri saat berpuasa bukan semata-mata bertujuan sebagai bentuk pengekangan. Pengekangan dari segala kebiasaan yang masih dianggap tabu. Pengendalian diri saat berpuasa lebih ditujukan sebagai upaya penyucian dari segala sesuatu yang biasa dibebaskan.
Seperti halnya makan, minum, dan nafsu biologis adalah sebagian simbol pengendalian. Sesuatu yang ada di balik simbol-simbol itulah sesungguhnya yang menjadi tujuan utama disyariatkannya puasa.
Bagaimana mungkin kita mengusahakan sebuah kesempurnaan, sedangkan bagian yang menjadi objek kesempurnaan itu masih kotor? Maka, perlulah kita selalu memohon kemudahan untuk ketetapan hati dalam kebaikan. Permohonan ampun yang tak terukur agar kemuliaan bulan suci Ramadan tidak terlewat sia-sia.
Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh hina orang yang dikunjungi Ramadan, tetapi tidak diampuni dosanya.” (H.R. Tirmidzi)
Bulan ini adalah kesempatan yang tak terulang, bahkan jarang bertandang. Bisa jadi kita tidak akan menemuinya pada tahun-tahun berikutnya. Mengapa kita tidak bersungguh dan berhasrat menyambutnya.
Begitu disayangkan untuk dilewatkan masa-masa ketika semua dosa dalam satu tahun akan terhapus bagi orang yang berlaku benar dalam menjalankannya.
Marilah kita menjadi orang yang tetap giat berserah pasrah menjemput ampunan Allah dengan proses penyucian diri yang sesungguhnya.