-Cerpen karya Naflah Afiyah Anwar-
Namanya Dimas. Dia termasuk anak yang pintar. Tapi, Dimas selalu membuang sampah sembarangan. Ia sering membuang sampah di laci meja. Teman-temannya sudah berkali-kali menasihati. Tetap saja dia selalu mengulang kembali perbuatannya itu.
Teman-teman sangat kesal dengan Dimas. Apalagi saat jam istirahat, meja dan kursi Dimas berantakan dan kotor. Penuh dengan bungkus jajan.
Seperti biasa, saat jam istirahat, Dimas ke kantin. Dia membeli banyak sekali jajan. Karena terlalu banyak, belum sempat jajanan habis, bel masuk sudah berbunyi. Tapi, Dimas tetap melanjutkan makan jajan tanpa memedulikan bel masuk.
Saat pelajaran akan dimulai, Dimas belum juga selesai menghabiskan jajanannya. Bahkan, sampah bungkus jajanan dikumpulkan di laci mejanya sampai penuh dan kotor. Bobi, teman sebangkunya, mengetahui apa yang dilakukan Dimas.
”Dimas, kenapa kamu masih saja makan? Bu Guru sudah datang tuh. Sampah bungkus jajan yang kau masukkan ke laci itu buanglah di tempat sampah. Mejamu akan bersih dari kuman dan kotoran,” kata Bobi.
“Stt… Jangan keras-keras! Nanti kedengaran Bu Guru dan teman-teman,” kata Dimas.
“Lagian kamu pelajaran kok masih saja makan. Tidak boleh begitu. Kan sudah peraturan sekolah saat pelajaran tidak boleh makan.“
“Iya, ini mau kuhabiskan. Tapi sampahnya biar nanti Pak Tukang Bersih-bersih yang membersihkan. Kan sudah tugasnya?!”
“Memang Pak Tukang Bersih-bersih yang membersihkannya, tapi kita juga harus ikut bertanggung jawab. Kan kasihan Pak Tukang Bersih-bersih nanti bisa kecapekan karena kotoranmu di meja banyak sekali. Bisa-bisa nanti lacimu jadi sarang kuman lho.“
Di tengah pelajaran, jajanan Dimas baru habis. Tapi, tangannya masih kotor dan bercampur dengan sampah bekas bungkus jajanannya tadi.
Tiba-tiba perut Dimas sakit dan mulas. Bu Guru mengamati Dimas.
“Dimas, kamu kenapa?” tanya Bu Guru.
“Perut saya mulas, Bu. Kayak ada bunyi blukutuk-blukutuk,” jawab Dimas. Akhirnya, ia minta izin Bu Guru keluar ke kamar mandi.
Karena sakit perutnya tak tertahankan, sebelum sampai kamar mandi, Dimas sudah BAB di celananya.
“Waduh, kok sudah keluar?” ujar Dimas.
Nayla, salah satu temannya, tak sengaja melihat.
“Dimas, kamu kenapa?” tanya Nayla
“Aku sakit perut, ini sudah nggak tahan dan keluar deh,“ kata Dimas dengan polosnya.
Mengetahui hal itu Nayla langsung tertawa kencang sekali, “Hahaha… Gunung berapinya meletus!”
“Ssstt.. Nayla, diam! Jangan keras-keras! Nanti teman-teman tahu,” kata Dimas.
Nayla masih belum bisa menahan ketawanya.
“Kok kamu bisa sih BAB di celana. Kayak anak bayi saja.”
“Hehehe… Tadi aku ngemil jajan saat pelajaraan. Banyak sekali terus kekenyangan.”
“Masak cuma kekenyangan sampai nggak bisa nahan keluar?”
“Entahlah, Nayla.”
Bobi yang ternyata dari tadi mendengar pembicaraan Dimas dengan Nayla langsung menyela, “Itu gara-gara kamu suka menumpuk sampah di laci meja. Bikin banyak kuman dan bakteri berkumpul di situ. Mau makan juga nggak pernah cuci tangan dulu.”
Nayla dan Bobi tertawa mengejek kelakukan Dimas.
Nayla menambahi, “Kamu ini anak pintar dalam pelajaran, tapi tidak pintar menjaga kebersihan. Sama juga boong!”
“Oke, oke, aku minta maaf, teman-teman. Bobi benar. Sejak beberapa hari lalu sampah jajanku masih ada di laci mejaku. Pak Tukang Bersih-bersih sepertinya sudah kesal dengan kelakukanku. Jadi, sampah di laciku tidak ia buang.”
Nayla menjawab, “Lho, kayak begitu itu sudah tanggung jawabmu, Dimas. Masak menyalahkan Pak Tukang Bersih-bersih?”
Bobi berkata, “Sudah, sudah, tidak apa-apa. Aku akan membantumu membersihkannya.”
“Tunggu dulu! Bagaimana dengan nasib celanaku ini?”
“Jangan khawatir, Dimas. Aku akan pinjamkan celana ganti ke Bu Guru,” kata Nayla.
Pada akhirnya, Bu Guru dan teman-teman sekelas mengetahui kejadian yang menimpa Dimas. Tragedi gunung berapi. Tapi, teman-teman tidak mengejek Dimas. Malah mereka membantu Dimas membersihkan laci mejanya.
Saat teman-temannya membersihkan laci meja milik Dimas, Nayla menemukan ada foto masa kecil Dimas.
“Wah, ini fotomu ya, Dimas. Lucu sekali,” kata Nayla.
“Percuma kecilnya lucu kalau gedenya jorok,” kata Bobi sambil tertawa.
“Kamu juga aneh, Dimas. Foto lucu begini kok bercampur sama sampah,” ujar Nayla.
Dimas tersenyum malu.
Tidak hanya foto dan bungkus jajan, mereka juga menemukan banyak hal, seperti bungkus lem, sobekan kertas, gunting berkarat, sendok kotor, dan sampah-sampah lain.
“Waduh, laci mejamu banyak harta karunnya,” ujar Nayla.
Sejak saat itu, Dimas rajin membersihkan laci mejanya. Tidak hanya itu, ia juga lebih rajin bersih-bersih, baik saat piket kelas maupun saat di rumah. Tragedi gunung berapi yang meletus di celananya ia harap tak terulang lagi.***